Pendakian Terjal Gunung Guntur Garut via Citiis

08-09 Desember 2018

Setiap perjalanan memiliki arti, dari setiap perjalanan hikmah yang didapat tentunya akan menjadi pembelajaran serta kenangan di masa yang akan datang. Kali ini jurnal perjalanan saya baru di mulai, Gunung Guntur 2.249 Mdpl menjadi pijakan kedua dimana kaki ini ingin berjalan lebih jauh dari biasanya. Seperti cerita yang pernah saya tulis sebelumnya di pendakian pertama yaitu gunung Lembu Purwakarta hanya memiliki ketinggian 792 Mdpl. Dan sekarang inilah yang dinamakan pendakian sesungguhnya Gunung Guntur menjadi saksi segala perasaan campur aduk yang sedang saya alami, perasaan gundah gulana semacam mencari kepastian yang tak berujung. Lewat alam saya belajar bahwa setiap apa yang kita inginkan untuk mencapainya membutuhkan proses panjang, akan banyak hambatan, cobaan, serta rasa ingin menyerah sampai ingin berucap "kayaknya saya sudah tak sanggup" itu kata yang terakadang ingin terucap namun setiap kali kata itu akan keluar mata ini melihat ke atas ke arah puncak yang sungguh cantik dipandang seakan ada yang melambaikan tangan dan berkata "ayo terus berjuang aku kesuksesanmu menunggu di puncak sini".





Gunung Guntur terdapat di Sirnajaya, Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kami rombongan dari sukabumi berangkat kurang lebih pukul 10.00 wib yang dijadwalkan sebelumnya harus sudah kumpul pada pukul 08.00 wib namun ya realitanya jam karet alias datang ngaret. Keberangkatan dari sukabumi titik kumpul di gelanggang cisaat pun tidak mulus harus bersimpang-simpang mengangkut teman-teman yang sebagian sudah menunggu dipinggir jalan yang akan terlewati oleh mini bus yang kami sewa untuk menuju ke Gunung Guntur Garut. Biaya estimasi Untuk sewa mini bus Rp. 150.000/orang (Sukabumi-Garut), simaksi Rp. 30.000/orang, dan untuk Logistik kelompok Rp. 10.000/orang (1 kali makan).

Selama perjalanan di mini bus, seperti kebanyakan ada yang tidur ada yang berbincang-bincang berguyon satu sama lain. Mungkin disana hanya saya dan sebut saja namanya “wae” memang belum akrab dengan yang lainnya, saya sedikit berbincang dengan wae bertanya banyak hal mengenai pendakian karena memang kebanyakan teman-teman lain sudah memiliki pengalaman yang jauh mengenai pendakian. Merasa tidak tahu mengenai pendakian maka dari itu lebih banyak bertanya, ya maklum masih sangat awam.  Semakin banyak berbincang kita menjadi terasa cocok satu sama lain banyak kesamaan dari sikap disitu saya jadi merasa tidak sendiri, maksudnya ternyata ada juga yang mempunyai sifat yang hampir sama dengan saya. Eitss.. tapi jangan salah paham dulu yang bernama wae ini adalah perempuan dengan nama lengkapnya adalah Siti Waelah. Yang nanti mungkin akan banyak kusebut namanya, ku yakin dia tidak keberatan, semoga. Mini bus berhenti sejenak di sebuah masjid sebagian ada yang sholat, ada yang makan di warung bakso kepala sapi. Karena di hari itu saya masih berhalangan yaitu pms maka saya memutuskan untuk bersih-bersih diri saja serta cuci muka agar lebih segar kembali.

Wanita Berkerudung Merah ini bernama "Wae a.k.a Siti Waelah"
 
Mesjid di daerah Garut tempat kami rehat sejenak

Tak lama dari sana perjalanan berlanjut kemudian beberapa menit akhirnya sampai di Basecamp. Kami langsung beristirahat sejenak, mempersiapkan carrier serta peralatan lain yang akan di bawa untuk mendaki. Sementara perut saya sudah bunyi pertanda ingin melahap sesuatu. Maka saya dengan wae memutuskan untuk membeli makan di warung yang ada di basecamp itu. Supaya stamina bertambah untuk memulai awal pendakian.


 
Sore itu awal mula pendakian dimulai dengan berkumpul dan membaca do’a agar kami diberi keselamatan serta kelancaran selama perjalanan. Disitu kalian dapat melihat mungkin hanya saya yang tanpa beban carrier yang berat seperti yang lainnya dikarenakan hanya membawa tas slempang yang dipinjami oleh Rifky. Yups… betul memang barang bawaan kami di satukan di dalam satu carrier oleh karena untuk menghemat tempat di mini bus juga khawatir tak muat dan juga agar devita tidak terlalu ribet begitu kata rifky. Alhamdulilah ya punya teman yang pengertian meski oleh sebab itu kami jadi disangka yang bukan-bukan. Dianggap ada hubungan lebih dari temanlah, yang lebih parah kasian Rifky jadi bahan cengcengan oleh kawan yang lainnya. But it’s no problem because itu tidak membuat satu sama lainnya jadi baper karena memang kami betul-betul hanya sebatas kawan pendakian.





Langkah pertama saja sudah membuat hati ini bergetar disebabkan rasa bahagia yang begitu terasa menggebu. Entah ya memang saya yang lebay selalu mengekspresikan apa yang membuat hati ini bahagia secara berlebihan bagi saya mendaki adalah hobi yang tidak akan pernah membuat saya merasa bosan. Mendaki adalah hal yang akan membuat saya selalu ketagihan seperti candu yang ingin lagi dan lagi. Sore disambut senja yang mulai menampakkan bias warnanya begitu cantik, gradasi yang kusukai dari senja menampakkan teduh nya langit biru bercampur warna merah jambu serta jingga menjadikan kesempurnaan dalam sore itu.




Jalan berbatu tak menghambat setiap langkah kaki ini berpijak semakin menanjak serta hari semakin gelap pertanda sang malam akan tiba. Dipertengahan jalan rombongan yang awalnya banyak tersisa tinggal tujuh orang yaitu Pak Iwan, Bang Irwan, Wae, Hayati, Jajang, Fakhry, dan saya tentu saja. Bukannya kami egois ingin berjalan terlebih dahulu, tetapi kamipun sama menunggu yang lainnya kemudian berjalan lagi sedikit demi sedikit perlahan. Diantara kami bertujuh jika terasa sudah ada yang lelah atau terjadi problem pasti kami katakan dan berhenti sejenak sambil menunggu rombongan yang lain pula. Tatkala itu kaki kiri saya keram rasanya sakit berjalanpun tak sanggup, kawan-kawan lain menyarankan untuk istirahat dahulu saya duduk kemudian menyelonjorkan kaki agar rasa keram mereda. Ada rasa tak enak karena diantara 7 orang tersebut, saya baru mengenal meraka saat itu pula merasa merepotkan, dibantu minum agar stamina dapat pulih kembali. Dalam hal ini saya belajar bahwa mendaki bukan sekedar kita bisa dapat foto yang bagus update social media agar yang lain iri, bukan… bukan seperti itu yang lebih penting adalah persahabatan begitu tulus, tidak terasa kepura-puraan, tolong menolong tanpa pamrih.




Lagi-lagi ini adalah perjalanan pertama ditengah malam hari, dengan hutan lebat menanjak namun kalian harus tahu jika menengok kebelakang. Subhanallah city light yang indah nan cantik bertaburan seperti bintang meski langit tak berbintang, belum sampai puncak saja sudah banyak keindahan yang ku nikmati seakan tak henti-hentinya ku bersyukur kepada Tuhan sang pencipta semesta ini. Rasa lelah dan ingin menyerah seketika musnah yang tersisa adalah semangat dibarengi senyum tulus nan haru meluap. Terkadang saya berpikir Tuhan begitu baik, sangat baik dalam perjalanan yang melelahkan seperti sekarang ini tetap saja memperlihatkan keagungan ciptaannya.


Malam semakin larut sayapun semakin takut rasa khawatir menyelimuti ditambah lagi memang sedang pms dan ternyata hayatipun sama. tak hentinya setiap tanjakan saya berdo’a segala macam do’a saya panjatkan dalam hati supaya agar saya tidak kosong pikiran diberi keselamatan juga tetap percaya bahwa semua akan baik-baik saja karena ada Allah yang selalu bersama kami semua.

Beberapa menit lagi sampai pos 3 pendakian, kami berpapasan dengan para panitia acara komunitas pendaki Indonesia dan salah satunya ada yang ku kenal yaitu “wa kohid” ternyata dia juga masih ingat denganku dan tak lupa memberi semangat kepada kami semua juga menanyakan keadaan kami apakah baik-baik saja. Kemudian mereka kembali berjalan ke arah bawah untuk menjemput yang lain yang masih tertinggal. Lantas kamipun meneruskan perjalanan…

Sekitar 25 menit dari tempat tadi, sampailah di pos 3 pendakian yaitu tempat kami akan berkemah malam ini. Banyak tenda-tenda yang sudah berdiri, sambil menunggu rombongan lain sampai maka kami memutuskan untuk berkumpul di tengah tepat bendera merah putih berdiri dan berkibar malam itu. Seluruh capek keringat mengucur tertiup angin seketika menjadi kering kembali, dari puncak pos 3 kami menikmati indahnya pemandangan city light kota garut dari ketinggian serta semilir angin malam menemani lelahnya perjalanan kami. Rasa yang campur aduk di awal mereda seketika bahkan ingin segera cepat pergi dan lenyap hanya kebahagiaan yang datang, bibir tersungging meluapkan senyuman yang tulus dengan mata yang berbinar sampai airmata jatuh ke pipi, ya… luapan airmata bahagia, yang satu tahun kebelakang ini tidak pernah aku rasakan.



Tuhan yang maha pemberi, yang maha pengasih. Alam yang kau ciptakan begitu luas sampai mata ini memandang begitu tidak ingin lepas. Membukakan mata hati, pikiran yang selama ini terbelenggu yang selama ini bersedih meratap seseorang yang pergi dan tak tahu entah kembali lagi. Biarlah malam itu menjadi saksi dimana detik ini saya sudah ikhlas dan berlapang dada dengan segala takdir yang engkau beri, biarlah rentetan perjalanan dimasa lalu menjadi penguat langkah dimasa kiniku. Karena jika aku lalai di masa kiniku masa lalu dapat mengingatkanku bahwa aku tidak akan bisa setangguh sekarang ini tanpa mengenal dia yang sempat hadir, dia yang sempat memberi warna, dia yang merubahku menjadi sosok yang lebih penyabar. Bagaimanapun akhirnya, tidak sepatutnya ada yang disalahkan karena memang semua sudah takdir dan kita sebagai manusia hanya mampu ikhlas serta menjadikan pembelajaran untuk memulai hari esok yang lebih baik. Untuk hati mari berdamai..

Semua rombongan telah sampai di pos 3 untuk kemudian mendirikan tenda dan mulai berkemah, tenda rombongan sukabumi memang terpisah terhalang beberapa tenda. Tapi tak apalah yang terpenting kami bisa rehat dan mengisi perut tentunya. Setelah selesai beberes juga berganti pakaian aku dan wae membuat mie rebus serta wedang dan susu jahe. Berkunjunglah Rifky, yups.. satu-satunya teman yang aku kenal diawal pendakian sebelum mengenal yang lainnya, namun memang dari perjalanan awal kita tidak berbarengan karena dia tertinggal jauh di belakang. Oh iya dia berkunjung mungkin karena khawatir terhadapku kan memang dia yang mengajak dan membawa aku dalam pendakian ini, takut anak orang kenapa-kenapa kali sebagai laki-laki harus tetap bertanggung jawab bukan.
Beberapa kali aku selalu menekankan bahwa aku tidak apa-apa jangan khawatir aku kuat dan bahagia terima kasih sudah mengajakku mendaki. Dia salah satu teman yang baru ku kenal di pendakian sebelumnya yaitu ke gunung Lembu, dia adalah temannya ina dan sekarang jadi temanku juga memang ya berteman itu menular, sampai sekarang entah berapa kalimat terima kasih yang ingin kulontarkan pada rifky karena telah mewujudkan salah satu mimpiku. Pokoknya thank you berat bro rifky ku do’akan kebahagiaan selalu menyertaimu..

Dia yang bernama "Rifky"



Semakin larut setiap orang sebagian sudah beristirahat di tenda mereka masing-masing, tetesan hujanpun perlahan turun membasahi tanah tempat kami bernaung, hujan semakin lebat sedangkan  tenda kami berdiri dengan kemiringan tanah menjadikan tenda rembes bocor hingga kami harus mengungsi ke tenda sebelah yang lumayan luas sebagian barang bawaan aku, wae, dan hayati di boyong ke tenda tetangga. So.. di malam itu akhirnya kami berlima dalam satu tenda bang Irwan, Maftuh, Wae, Hayati, dan juga saya. Memang campur tapi kalian tidak usah heran karena tentunya kami membuat batas untuk tetap satuan terpisah. yang menempati tenda bocor kami yaitu kang jejew namanya, lucunya kami membiarkan kang jejew kegelapan karena disaat bertukar situasi sangat terburu-buru yang terdengar hanya suara musik di ponselnya dan dia yang masih merengek minta dibawakan senter namun ya memang tidak ketemu sudah kami cari juga, ketambah hujan makin lebat  bayangkan bagaimana bisa tidur dalam kondisi diluar hujan lebat, tenda yang beralaskan tanah yang miring, dan kejadian ditengah malam ada babi hutan menyelinap ke tenda kami, menggerusuk kearah pintu tenda, bang irwan posisi paling pinggir untung saja dapat diatasi olehnya. Meski tidak terlalu nyenyak tapi kami semua menikmati malam dengan guyuran hujan diatas ketinggian. Sungguh sempurna hari ini ku berdo’a semoga hari esok lebih bahagia lagi..

Tepat pukul 03.00 wib. Dengan masih sedikit gerimis, kami bersiap untuk summit ke puncak 1 gunung Guntur karena nanti diatas sana ada acara anniversary PI (Pendaki Indonesia) ngopi diketinggian. Pagi yang benar-benar sangat pagi pendakian menyongsong mentari, bersama sahabat baru yang terasa sudah lama. Kaki ini kembali melangkah, berpegangan tangan serasa sudah tak canggung meski perlahan tapi tetap semangat, yups.. saya berpegangan tangan dengan teh yuli masing-masing tangan yang satunya memegang trekking pool yang saya pinjam milik Maftuh. Kami mulai mengobrol sampai dapat chemistry satu sama lain, dia berkata “maaf kalau jalan dengan uli lambat banyak berhentinya soalnya gak kuat, perlahan namun yang penting sampai.” Saya tidak pernah mempermasalahkan itu, kita sama-sama lelah kok dan sama-sama punya tujuan untuk sampai ke puncak sana, meski perlahan dengan keyakinan dan tekad yang kuat pasti akan sampai. Oh ya, sementara wae dan bang irwan tidak berangkat summit bareng dengan kita karena wae sedang masuk angin katanya dia tidak akan kepuncak. Namun setelah saya dan rombongan lain sudah sampai dipuncak ternyata wae juga ada, lantas saya tanyakan bagaimana keadaannya apa masih sakit “sayang sudah sampai sejauh ini masa tidak kepuncak untuk summit” begitu jawaban wae. Ya memang tanggung kok selama masih kuat kenapa kita berhenti jika masih ada kesempatan untuk maju.



Tekstur tanah pasir menjadikan pijakan kami agak goyang, maksudnya setiap berjalan naik satu langkah mundur lagi satu langkah seperti percuma melangkah namun tetap asyik. Yang awal berangkat beberapa orang menjadi terpisah-pisah ada yang sudah berjalan jauh di depan, ada yang masih tertinggal jauh dibawah. Mungkin kami diantara tengah-tengah menyisakan aku, hayati, teh yuli, dan agung. Langit mulai terang akan menampakkan mentari paginya, selama perjalanan kami berbincang sedikit berguyon, kebersamaan kami di rekam oleh cameramannya adalah agung karena dia satu-satunya pria dirombongan kami, awalnya teh yuli yang meminta agung memotret kami seperti tidak ada kecanggungan, ku pikir memang mereka berdua sodaraan atau adik kakak. Saya baru tahu cerita setelahnya dari agung ternyata mereka tidak ada hubungan kekerabatan atau semacamnya mereka baru kenal saat pendakian sebelumnya ke gunung gede pangrango. Memang begitu serunya pendakian bisa dapat teman baru, bisa langsung akrab persahabatan tidak sepalsu di kota begitu kalau kata bung fiersa besari.


Kegelapan perlahan pergi menyongsong pagi dengan sang surya perlahan menampakkan cahayanya. Sesekali kabut datang menghalangi sunrise yang harusnya sudah terlihat diperjalanan kami, meski keindahan itu terkadang tertutup kabut meski sunrise pagi itu tidak sempurna namun yang membuat perjalanan ini sempurna adalah prosesnya. Proses kesabaran dengan mata yang masih mengantuk dan mata pandapun terlihat, sudah tidak mempedulikan kucelnya wajah yang sama sekali tidak cuci muka. Mungkin bagi sebagian orang untuk apa jauh-jauh main kegunung, untuk apa jalan kaki ke hutan, jawabannya tidak bisa didefinisikan secara singkat yang pasti bagi kami yang punya hobi seperti ini, “hal inilah yang membuat kami merasa bahagia dan membuat ketagihan” itu yang selalu aku dengar dari orang-orang yang bahkan sudah banyak menjelajahi gunung-gunung lainnya. Saya jadi ingat dengan perkataan agung kepada teh yuli “Semangat teh, jodoh menunggu di puncak sana” dalam benak saya ingin tertawa pada diri sendiri apakah benar jodoh ada diatas sana, kalau memang benar, begitu egoisnya ia hanya menunggu diatas tidak tahu lelahnya saya disini yang berjalan dan berjuang. Segelintir pikiran kecil membuat saya semakin belajar dari segala proses, segala perkataan setiap orang, dan kejadian-kejadian yang telah dialami.






Finnaly…. puncak 1 Gunung Guntur telah terpijak oleh kaki dan tubuh ini. Setelah sampai puncak yang tadinya ingin melihat matahari terbit dengan samudera diatas awan. waduh gagal total semuanya tertutup kabut hanya menjadikan samudera didalam awan. kecewa, tentu saja tidak ya memang seperti itu alam tidak bisa diprediksi terkadang indah terkadang ya begitu. Satu lagi pembelajaran jangan terlalu berekspektasi tinggi lagi pula kita masih bisa menikmati seketika awan pergi dan terlihat sunrise cantik. Lelah hilang gundah gulanapun ikut pergi kalian ingin tahu perasaan saya waktu itu, iya.. bersyukur dan bahagia “Ya tuhan, sungguh aku tidak menyangka dapat sampai dipuncak gunung ini, sejauh mata memandang alam ini begitu luas semua yang kau ciptakan dan anugerahkan begitu sangat luar biasa. Terima kasih tuhan engkau memberiku salah satu keberuntungan yang mungkin orang lain tidak dapat. Terima kasih mamah dan bapak yang sudah percaya dan memberi izin kepada anak perempuannya ini untuk mendaki gunung. Saya janji tidak akan mengkhianati kepercayaan yang kalian beri. Tak lupa kami mengabadikan moment dengan berfoto-foto ceria berbagai gaya serta berselfie-selfie, membuat video dan lain sebagainya. Dipuncak 2 sana tergariskan huruf “D” kebetulan yang sangat tak terduga, membuat saya merasa amazing berasa gunung ini milik saya atau memang tuhan telah mentakdirkan bahwa yang bernama “Devita” akan menginjakan diri diatas sana, hanya saja mungkin tidak dihari itu saya kesana karena untuk hari ini cukup sampai puncak 1 dulu dikarenakan ada satu dan lain hal yang membuat saya merasa sudah cukup dahulu. Dilain waktu saya ingin kembali ke gunung Guntur tentunya bersama orang special yang bersama-sama menemani dalam perjalanan nanti. Amin..


Itulah huruf "D" yang terlihat
Sahabat baru : @yuliana @Nurhayati @agungsutriatna









Gunung Guntur 2.249 Mdpl

Acara sharingpun dimulai dari komunitas Pendaki Indonesia (PI) se DKI dan Jabar, menyanyikan lagu Indonesia raya yang memubuat saya merinding haru, berfoto bersama. Selesai sudah ada yang melanjutkan pendakian ke puncak 2, 3, dan 4 gunung Guntur ada yang kembali kebawah lagi, ada salah satu musibah yaitu trekking pole eiger punya jajang yang di pakai hayati ternyata hilang disaat tadi kami sedang sesi pemotretan. Hayati mengira dibawa olehku jelas-jelas aku tidak membawanya selidik punya selidik ternyata tertinggal di bawah pohon yang kata orang namanya pohon jomblo, saat aku menemani hayati kesana lagi untuk memeriksa ternyata sudah tidak ada ya jelas pasti hilang mungkin sudah ada yang menemukan dan mengambilnya. Satu kata ceroboh! Merasa tidak enak lagi, merasa bersalah, setelah diceritakan kepada yang lain tanggapan bukannya baik ada salah satu orang yang ingin kuceritakan yang tidak kusuka “Mana? apa yang hilang, kok bisa hilang. Awas itu topi binatang saya juga hilang” dia berkata seperti itu dihadapan saya dengan nada yang tidak enak didengar. Saat itu juga saya langsung bilang “oh yaudah ini saya balikin aja gatau kalau topinya punya teteh, tadi saya minjem dari rifky”. Dia berdalih “gapapa bawa aja ribet soalnya”. Entah memang watak dan nada bicaranya seperti itu atau memang dia sedang sensi karena musabab lelah. Helo… semua juga disini sama lelahnya.





Saya benar-benar merasa jadi down seketika yang lain sibuk bahagia foto-foto disitu saya malah kebingungan dan berfikir sepertinya tidak sepenuhnya saya yang salah tapi mengapa seakan semua memojokan, ingin mengadu pada siapa? disitu yang benar-benar saya percaya tidak ada. Badan juga tidak bisa diajak kompromi seketika lemas, pikiran sudah tidak enak, mangkanya saat Rifky bertanya mau lanjut ke puncak 2 atau tidak saya hanya bisa menjawab “sepertinya tidak dilain waktu mungkin musabab badan sudah tidak kuat ingin rehat, efek pms juga.” Kemudian saya, teh yuli, ditemani ardi memutuskan untuk turun terlebih dahulu. Disaat perjalanan menurun seperti bermain perosotan awalnya gemetar kaki ini lama kelamaan semakin asyik seakan semua beban menghilang lagi, menyenangkan serasa kembali ke masa kanak-kanak. Lama kelamaan semakin sakit karena bebatuan masuk kedalam sepatu, tali sepatu sering lepas pula. Sesekali saya beristirahat sendiri sengaja memberi jarak agak jauh dengan teh yuli dan ardi. Disitu saya merenung diam sendiri sambil menatap nun jauh dari ketinggian begitu luas kabupaten Garut terlihat dari atas sini, tidak ingin pulang tidak ingin bertemu orang-orang yang menyakiti hati saya, tidak ingin kembali ke kehidupan yang sesungguhnya, tidak ingin merasakan jatuh hati lagi yang membuat hati ini patah. Namun, yang selalu membuat saya bangkit adalah ingat “Rumah”. Yang terbayang adalah keluarga saya, dari kecil hingga saat ini mamah & bapaklah yang menjadi penyemangat dikala down. Mereka selalu berkata “jangan jadi wanita yang lemah, kamu harus menjadi wanita hebat, kuat, tangguh, dan sukses mencapai cita-cita kamu, serta jadi wanita yang bisa menjaga kehormatan dan harga dirinya juga menjadi contoh teladan untuk adikmu”.









Sesampainya di pos 3 tempat kemah tadi, saya bergegas pergi ke toilet untuk membersihkan diri. Sudah merasa segar kembali perut rasanya mulai keroncongan namun logistik pribadi sudah habis semalam karena memang logistic yang saya bawa sedikit. Saya hanya diam melihat kawan-kawan yang lain sedang masak ditendanya Rifky, semenjak dari pendakian tadi saya menjadi lebih banyak diam mata mengantuk sangat lelah saya sudah tidak peduli dengan keadaan wajah seperti menjadi enggan bercermin karena sudah tahu pasti tidak enak dipandang.
Wa kohid bertanya “devita sudah makan?”
saya jawab “belum wa, logistik pribadi sudah habis”.
“ya ampun, kenapa tidak bilang jangan diam saja digunung kalau kamu diam saja kamu bisa kelaparan.” (nada bicaranya seperti khawatir)
“maaf wa, tadi hanya ingin rehat dahulu karena terasa lelah”
“ayo ikut kita ke tenda sana, nanti makan mie rebus dulu saja untuk mengganjal.”
Di tendanya kang sam, kang sam membantu membuatkan mie rebus untuk saya. Sambil menunggu disana juga banyak akang-akang yang lainnya kami semua berbincang bersenda gurau. Saya menjadi ingat belum sempat mengembalikan topi binatang yang tadi saya pinjam, langsung saya kembalikan saat itu juga karena memang tendanya dekat situ. Mie rebus sudah matang tak lupa saya berterima kasih pada kang sam yang sudah membuatkan mie rebus untuk saya. Disela-sela makan kami juga sedikit bercanda membuat tak terasa mie rebuspun sudah habis.









Tak lama acara makan nasi liwet bersama sudah siap sebagian ada yang sudah berbenah membongkar tenda mereka. Kemudian semua bersiap sedia dalam posisi untuk makan bersama sangat terasa kekeluargaannya meski nasi liwetnya kurang matang. Selesai makan kami semua membereskan tenda dan semua peralatan untuk bergegas melanjutkan perjalanan pulang.




Kata pulang membuat saya sedih dan lega, sedih karena besok adalah hari senin artinya harus kembali ke rutinitas pekerjaan yang sudah menanti. Dan lega karena dapat kembali ke rumah untuk bisa merasakan tidur nyenyak di kasur. Perjalanan pulang saya berbarengan dengan hayati, maftuh dll. Karena mereka berjalan begitu cepat seakan kaki ini tidak sanggup untuk menyusul rasanya lebih sakit kala berjalan turun dibanding saat naik hari kemarin. akhirnya tersisa saya dan teh wanda namanya kami di perjalanan banyak sharing berbagai hal, kalian jangan heran disetiap perjalananku kali ini partnernya berbeda-beda, karena semuanya tidak terencana mengalir begitu saja hikmahnya adalah saya menjadi mengenal lebih banyak orang.



Perjalanan pulang begitu berbeda rasanya. Dipertengahan jalan tidak sengaja bertemu orang yang mengajak saya berkenalan, diawali dengan obrolan becandaan yang akhirnya sampai merasa baper. Dalam beberapa menit sudah banyak obrolan yang kami bicarakan, sama-sama belum bertanya prihal nama obrolan terus mengalir. Akhirnya kami bersalaman untuk memperkenalkan nama masing-masing, kami banyak bertanya satu sama lain dia asal cengkareng mendaki ke gunung Guntur ini karena diajak oleh temannya buat ngopi, wahh hebat ya diajak ngopi sampe jauh ke gunung. Mendaki baginya adalah hobi sekedar mencari jati diri sambil menunggu mau melanjutkan kuliah di tahun depan.




Dan ke gunung Guntur ini adalah kali pertamanya iya sama seperti saya juga, bedanya dia sudah sering mendaki ke berbagai gunung lainnya mungkin sudah tidak terhitung begitu kataku. Ah.. tapi dia tetap merendah. Pertanyaan yang ia lontarkan kan semacam lucu membuat saya tersipu dibarengi dengan teman-temannya yang terus menggoda kami. Ada salah satu celetukan dari temannya “pepet terus jangan jauh-jauhan lah jalannya, sudah dimintai nomor WhatsApp belum ? entar keburu diambil orang lagi.” Saya hanya bisa diam sesekali tersenyum, saya ingat kami sempat di foto berdua oleh salah satu kawannya di kamera ponsel milik temannya. “devita deketan dong sini saya fotoin kalian berdua untuk kenang-kenangan” iya mereka menjadi tahu nama saya karena selain dengan dia kawan-kawannya pun ikut menanyakan siapa nama saya. Dilihat-lihat dia mirip jefri nichol, selama dalam beberapa menit mungkin saya menyimpulkan ini orang baik, ramah, dan saya tidak tahu maksud awalnya apa tapi kalau untuk berkawan tentu saja saya akan mempersilahkan bagi siapapun yang ingin kenal dengan saya. Entah kenapa perjalanan tinggal hanya kami berdua mungkin alam juga berpihak pada kami saat itu.
“Yu. Barengan aja sama-sama mau ke basecamp kan?”
“Iya.” Saya hanya bisa jawab itu
“Boleh minta nomor teleponnya, hapal kan pasti?” (sembari menyodorkan ponsel miliknya)
“Hahh.. untuk apa ? pasti untuk taruhan sama teman-temannya tadi ya ?”
“Tentu saja tidak, saya ingin mengenal lebih jauh lagi. Nanti kalau saya ke sukabumi bisa bertemu ibu bapakmu.” Begitu katanya
“Hah.. ada-ada saja kamu ini”. (mengetikkan nomor teleponku ke dalam ponselnya)
“Ini sudah. Disimpan saja.”
“Sipp, terima kasih Pevita.” (sambil tersenyum)
“Devita bukan Pevita eh.”
“Gapapa itu panggilan khusus dari Krisna anak cengkareng.”
Iya iya namanya adalah krisna, akhirnya saya memberi tahukan namanya, tadinya namanya akan disamarkan namun setelah berpikir beberapa kali mending namanya di cantumkan saja siapa tahu dia baca hahaha.



Disaat tali sepatu saya lepas dia yang peka “dev itu tali sepatunya lepas, dibetulkan dulu nanti takut jatuh.” ucapnya
“Iya. Terima kasih.” Jawab saya
Karena tali sepatu sudah dibetulkan kemudian lepas lagi takutnya malah lama lantas saya berkata “Duluan saja, takutnya lama.”
“Oh yasudah gapapa nih duluan?”
“Tidak apa-apa.”
Ternyata di depan dia menunggu saya sambil duduk, “Lah.. kenapa masih disini?” tanyaku
“Saya kan nunggu kamu lagian kamu sendiri. Ayo istirahat dulu ini minum. Mukamu sampai merah begitu.” (memberikan botol airminum)
“Oke. Terima kasih. Memang wajah devita suka begini kalau kepanasan dan sedang malu pasti langsung memerah.” tukasku
“Tidak apa-apa wajar kok” (sambil meneguk airminumnya juga).

Dikarenakan saya khawatir teman-teman lainnya sudah menunggu di basecamp pendakian, maka saya pamit untuk pergi duluan melanjutkan perjalanan. Ucapan Krisna yang masih saya ingat “Oke. Devita nanti kalau sudah sampai rumah salam untuk Ibu Bapakmu ya dari Krisna.” Saya hanya bisa tertawa geli tak bisa bicara apapun.

Beberapa langkah melewati hutan pinus karena sebelum sampai basecamp ada dua jalur, saya lupa ternyata waktu berangkat kemarin bukan lewat yg hutan pinus. Saat saya berbalik ke belakang eh tahunya krisna sudah tepat berdiri dibelakang saya lantas dia berucap “eh ketemu lagi. Jangan-jangan kita jodoh.” Saya tertawa malu. Mungkin yang dirasa beberapa menit perjalanan pulang ini adalah perjalanan yang paling berkesan, saya merasa sinkron dengannya padahal baru mengenal dia saat itu juga. Kemudian kami berjalan berdampingan lagi, didepan kami ada sepasang muda mudi yang kelihatan masih muda sekitar anak sma.
“Menurut kamu mereka sudah menikah atau belum?” dia melontarkan pertanyaan.
“Sepertinya belum. Kayanya pacaran.” jawabku
“Ahh tapi mending jangan pacaran-pacaran lah ga baik.” Begitu jawabnya
“Iya bener.” (saya terus melihatnya yang terus berjalan kedepan ke arah basecamp menghampiri kawan-kawannya. sementara saya masih dibelakangnya lalu sayapun menghampiri hayati dan yang lainnya sudah sampai terlebih dahulu dari tadi).

Hari itu adalah awal pertemuan dan akhir dengan Krisna karena kalian harus tahu, kalau nomor telepon yang saya berikan padanya ternyata dua nomor belakangnya salah, saya baru sadar ketika sudah di mini bus ketika mengecek ponsel saya. Ya tuhan.. nomor yang tadi saya berikan salah, mungkin memang kita tidak berjodoh beribu-ribu sumpah serapah saya ucapkan dalam hati. Ya ampun Devita bego banget sih bisa-bisanya salah ngetik nomor padahal itu diri sendiri yang ngetik dasar rasanya ingin tertawa kok bisa ya salah. Ya sudahlah memang takdir berkata lain, ikhlaskan saja karena kalau jodoh takkan kemana, jika jodoh pasti bertemu lagi, dan jika bukan.. tidak apa-apa pasti jodoh yang sudah Allah pilihkan menunggu untuk dipertemukan kelak. Untuk yang bernama Krisna dimanapun berada terima kasih waktu itu sudah menemani perjalanan pulangku meski pulang tidak ketempat yang sama. Salammu untuk orangtuaku sudah disampaikan, waalaikumsalam jawab orangtuaku. Jika tuhan mentakdirkan kita untuk bertemu kembali berterima kasihlah jika tidak itu memang jalan terbaik dari tuhan kita sebagai umatnya hanya mampu berusaha dan bersyukur. Dan untuk teman-teman semua dalam pendakian kali ini yang namanya disebut atau tak tersebut terima kasih banyak pembelajaran berharga sudah ku dapatkan dari kalian. Jika waktu mengizinkan semoga kita bisa melakukan pendakian bersama lagi. Salam lestari..



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Komunikasi Bisnis (Pesan-pesan Bisnis)

Makalah Asuransi (Bank dan Lembaga Keuangan)

Pengertian Merkantilisme, Kapitalisme, Komunisme, Sosialisme, Fasisme, dan Demokrasi Ekonomi (Perekonomian Indonesia)