Pendakian Terjal Gunung Guntur Garut via Citiis
08-09 Desember 2018
Setiap
perjalanan memiliki arti, dari setiap perjalanan hikmah yang didapat tentunya
akan menjadi pembelajaran serta kenangan di masa yang akan datang. Kali ini
jurnal perjalanan saya baru di mulai, Gunung Guntur 2.249 Mdpl menjadi pijakan
kedua dimana kaki ini ingin berjalan lebih jauh dari biasanya. Seperti cerita
yang pernah saya tulis sebelumnya di pendakian pertama yaitu gunung Lembu Purwakarta hanya memiliki ketinggian 792 Mdpl. Dan sekarang inilah yang
dinamakan pendakian sesungguhnya Gunung Guntur menjadi saksi segala perasaan
campur aduk yang sedang saya alami, perasaan gundah gulana semacam mencari
kepastian yang tak berujung. Lewat alam saya belajar bahwa setiap apa yang kita
inginkan untuk mencapainya membutuhkan proses panjang, akan banyak hambatan,
cobaan, serta rasa ingin menyerah sampai ingin berucap "kayaknya saya
sudah tak sanggup" itu kata yang terakadang ingin terucap namun setiap
kali kata itu akan keluar mata ini melihat ke atas ke arah puncak yang sungguh
cantik dipandang seakan ada yang melambaikan tangan dan berkata "ayo terus
berjuang aku kesuksesanmu menunggu di puncak sini".
Gunung
Guntur terdapat di Sirnajaya, Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kami
rombongan dari sukabumi berangkat kurang lebih pukul 10.00 wib yang dijadwalkan
sebelumnya harus sudah kumpul pada pukul 08.00 wib namun ya realitanya jam
karet alias datang ngaret. Keberangkatan dari sukabumi titik kumpul di
gelanggang cisaat pun tidak mulus harus bersimpang-simpang mengangkut teman-teman
yang sebagian sudah menunggu dipinggir jalan yang akan terlewati oleh mini bus
yang kami sewa untuk menuju ke Gunung Guntur Garut. Biaya estimasi Untuk sewa
mini bus Rp. 150.000/orang (Sukabumi-Garut), simaksi Rp. 30.000/orang, dan
untuk Logistik kelompok Rp. 10.000/orang (1 kali makan).
Selama perjalanan di mini bus, seperti kebanyakan ada yang tidur ada yang berbincang-bincang berguyon satu sama lain. Mungkin disana hanya saya dan sebut saja namanya “wae” memang belum akrab dengan yang lainnya, saya sedikit berbincang dengan wae bertanya banyak hal mengenai pendakian karena memang kebanyakan teman-teman lain sudah memiliki pengalaman yang jauh mengenai pendakian. Merasa tidak tahu mengenai pendakian maka dari itu lebih banyak bertanya, ya maklum masih sangat awam. Semakin banyak berbincang kita menjadi terasa cocok satu sama lain banyak kesamaan dari sikap disitu saya jadi merasa tidak sendiri, maksudnya ternyata ada juga yang mempunyai sifat yang hampir sama dengan saya. Eitss.. tapi jangan salah paham dulu yang bernama wae ini adalah perempuan dengan nama lengkapnya adalah Siti Waelah. Yang nanti mungkin akan banyak kusebut namanya, ku yakin dia tidak keberatan, semoga. Mini bus berhenti sejenak di sebuah masjid sebagian ada yang sholat, ada yang makan di warung bakso kepala sapi. Karena di hari itu saya masih berhalangan yaitu pms maka saya memutuskan untuk bersih-bersih diri saja serta cuci muka agar lebih segar kembali.
Selama perjalanan di mini bus, seperti kebanyakan ada yang tidur ada yang berbincang-bincang berguyon satu sama lain. Mungkin disana hanya saya dan sebut saja namanya “wae” memang belum akrab dengan yang lainnya, saya sedikit berbincang dengan wae bertanya banyak hal mengenai pendakian karena memang kebanyakan teman-teman lain sudah memiliki pengalaman yang jauh mengenai pendakian. Merasa tidak tahu mengenai pendakian maka dari itu lebih banyak bertanya, ya maklum masih sangat awam. Semakin banyak berbincang kita menjadi terasa cocok satu sama lain banyak kesamaan dari sikap disitu saya jadi merasa tidak sendiri, maksudnya ternyata ada juga yang mempunyai sifat yang hampir sama dengan saya. Eitss.. tapi jangan salah paham dulu yang bernama wae ini adalah perempuan dengan nama lengkapnya adalah Siti Waelah. Yang nanti mungkin akan banyak kusebut namanya, ku yakin dia tidak keberatan, semoga. Mini bus berhenti sejenak di sebuah masjid sebagian ada yang sholat, ada yang makan di warung bakso kepala sapi. Karena di hari itu saya masih berhalangan yaitu pms maka saya memutuskan untuk bersih-bersih diri saja serta cuci muka agar lebih segar kembali.
Mesjid di daerah Garut tempat kami rehat sejenak |
Tak
lama dari sana perjalanan berlanjut kemudian beberapa menit akhirnya sampai di
Basecamp. Kami langsung beristirahat sejenak, mempersiapkan carrier serta
peralatan lain yang akan di bawa untuk mendaki. Sementara perut saya sudah
bunyi pertanda ingin melahap sesuatu. Maka saya dengan wae memutuskan untuk
membeli makan di warung yang ada di basecamp itu. Supaya stamina bertambah
untuk memulai awal pendakian.
Sore
itu awal mula pendakian dimulai dengan berkumpul dan membaca do’a agar kami
diberi keselamatan serta kelancaran selama perjalanan. Disitu kalian dapat
melihat mungkin hanya saya yang tanpa beban carrier yang berat seperti yang
lainnya dikarenakan hanya membawa tas slempang yang dipinjami oleh Rifky. Yups…
betul memang barang bawaan kami di satukan di dalam satu carrier oleh karena
untuk menghemat tempat di mini bus juga khawatir tak muat dan juga agar devita
tidak terlalu ribet begitu kata rifky. Alhamdulilah ya punya teman yang
pengertian meski oleh sebab itu kami jadi disangka yang bukan-bukan. Dianggap
ada hubungan lebih dari temanlah, yang lebih parah kasian Rifky jadi bahan cengcengan
oleh kawan yang lainnya. But it’s no problem because itu tidak membuat satu
sama lainnya jadi baper karena memang kami betul-betul hanya sebatas kawan
pendakian.
Langkah
pertama saja sudah membuat hati ini bergetar disebabkan rasa bahagia yang begitu
terasa menggebu. Entah ya memang saya yang lebay selalu mengekspresikan apa
yang membuat hati ini bahagia secara berlebihan bagi saya mendaki adalah hobi
yang tidak akan pernah membuat saya merasa bosan. Mendaki adalah hal yang akan
membuat saya selalu ketagihan seperti candu yang ingin lagi dan lagi. Sore
disambut senja yang mulai menampakkan bias warnanya begitu cantik, gradasi yang
kusukai dari senja menampakkan teduh nya langit biru bercampur warna merah
jambu serta jingga menjadikan kesempurnaan dalam sore itu.
Jalan
berbatu tak menghambat setiap langkah kaki ini berpijak semakin menanjak serta
hari semakin gelap pertanda sang malam akan tiba. Dipertengahan jalan rombongan
yang awalnya banyak tersisa tinggal tujuh orang yaitu Pak Iwan, Bang Irwan,
Wae, Hayati, Jajang, Fakhry, dan saya tentu saja. Bukannya kami egois ingin
berjalan terlebih dahulu, tetapi kamipun sama menunggu yang lainnya kemudian
berjalan lagi sedikit demi sedikit perlahan. Diantara kami bertujuh jika terasa
sudah ada yang lelah atau terjadi problem pasti kami katakan dan berhenti
sejenak sambil menunggu rombongan yang lain pula. Tatkala itu kaki kiri saya
keram rasanya sakit berjalanpun tak sanggup, kawan-kawan lain menyarankan untuk
istirahat dahulu saya duduk kemudian menyelonjorkan kaki agar rasa keram
mereda. Ada rasa tak enak karena diantara 7 orang tersebut, saya baru mengenal
meraka saat itu pula merasa merepotkan, dibantu minum agar stamina dapat pulih
kembali. Dalam hal ini saya belajar bahwa mendaki bukan sekedar kita bisa dapat
foto yang bagus update social media agar yang lain iri, bukan… bukan seperti
itu yang lebih penting adalah persahabatan begitu tulus, tidak terasa
kepura-puraan, tolong menolong tanpa pamrih.
Lagi-lagi
ini adalah perjalanan pertama ditengah malam hari, dengan hutan lebat menanjak
namun kalian harus tahu jika menengok kebelakang. Subhanallah city light yang
indah nan cantik bertaburan seperti bintang meski langit tak berbintang, belum
sampai puncak saja sudah banyak keindahan yang ku nikmati seakan tak
henti-hentinya ku bersyukur kepada Tuhan sang pencipta semesta ini. Rasa lelah
dan ingin menyerah seketika musnah yang tersisa adalah semangat dibarengi
senyum tulus nan haru meluap. Terkadang saya berpikir Tuhan begitu baik, sangat
baik dalam perjalanan yang melelahkan seperti sekarang ini tetap saja
memperlihatkan keagungan ciptaannya.
Malam
semakin larut sayapun semakin takut rasa khawatir menyelimuti ditambah lagi memang
sedang pms dan ternyata hayatipun sama. tak hentinya setiap tanjakan saya
berdo’a segala macam do’a saya panjatkan dalam hati supaya agar saya tidak
kosong pikiran diberi keselamatan juga tetap percaya bahwa semua akan baik-baik
saja karena ada Allah yang selalu bersama kami semua.
Beberapa
menit lagi sampai pos 3 pendakian, kami berpapasan dengan para panitia acara
komunitas pendaki Indonesia dan salah satunya ada yang ku kenal yaitu “wa
kohid” ternyata dia juga masih ingat denganku dan tak lupa memberi semangat
kepada kami semua juga menanyakan keadaan kami apakah baik-baik saja. Kemudian
mereka kembali berjalan ke arah bawah untuk menjemput yang lain yang masih
tertinggal. Lantas kamipun meneruskan perjalanan…
Sekitar
25 menit dari tempat tadi, sampailah di pos 3 pendakian yaitu tempat kami akan
berkemah malam ini. Banyak tenda-tenda yang sudah berdiri, sambil menunggu
rombongan lain sampai maka kami memutuskan untuk berkumpul di tengah tepat
bendera merah putih berdiri dan berkibar malam itu. Seluruh capek keringat
mengucur tertiup angin seketika menjadi kering kembali, dari puncak pos 3 kami menikmati
indahnya pemandangan city light kota garut dari ketinggian serta semilir angin
malam menemani lelahnya perjalanan kami. Rasa yang campur aduk di awal mereda
seketika bahkan ingin segera cepat pergi dan lenyap hanya kebahagiaan yang datang,
bibir tersungging meluapkan senyuman yang tulus dengan mata yang berbinar
sampai airmata jatuh ke pipi, ya… luapan airmata bahagia, yang satu tahun
kebelakang ini tidak pernah aku rasakan.
Tuhan
yang maha pemberi, yang maha pengasih. Alam yang kau ciptakan begitu luas
sampai mata ini memandang begitu tidak ingin lepas. Membukakan mata hati,
pikiran yang selama ini terbelenggu yang selama ini bersedih meratap seseorang
yang pergi dan tak tahu entah kembali lagi. Biarlah malam itu menjadi saksi
dimana detik ini saya sudah ikhlas dan berlapang dada dengan segala takdir yang
engkau beri, biarlah rentetan perjalanan dimasa lalu menjadi penguat langkah
dimasa kiniku. Karena jika aku lalai di masa kiniku masa lalu dapat
mengingatkanku bahwa aku tidak akan bisa setangguh sekarang ini tanpa mengenal
dia yang sempat hadir, dia yang sempat memberi warna, dia yang merubahku
menjadi sosok yang lebih penyabar. Bagaimanapun akhirnya, tidak sepatutnya ada
yang disalahkan karena memang semua sudah takdir dan kita sebagai manusia hanya
mampu ikhlas serta menjadikan pembelajaran untuk memulai hari esok yang lebih
baik. Untuk hati mari berdamai..
Semua
rombongan telah sampai di pos 3 untuk kemudian mendirikan tenda dan mulai
berkemah, tenda rombongan sukabumi memang terpisah terhalang beberapa tenda.
Tapi tak apalah yang terpenting kami bisa rehat dan mengisi perut tentunya.
Setelah selesai beberes juga berganti pakaian aku dan wae membuat mie rebus
serta wedang dan susu jahe. Berkunjunglah Rifky, yups.. satu-satunya teman yang
aku kenal diawal pendakian sebelum mengenal yang lainnya, namun memang dari
perjalanan awal kita tidak berbarengan karena dia tertinggal jauh di belakang.
Oh iya dia berkunjung mungkin karena khawatir terhadapku kan memang dia yang
mengajak dan membawa aku dalam pendakian ini, takut anak orang kenapa-kenapa
kali sebagai laki-laki harus tetap bertanggung jawab bukan.
Beberapa
kali aku selalu menekankan bahwa aku tidak apa-apa jangan khawatir aku kuat dan
bahagia terima kasih sudah mengajakku mendaki. Dia salah satu teman yang baru
ku kenal di pendakian sebelumnya yaitu ke gunung Lembu, dia adalah temannya ina
dan sekarang jadi temanku juga memang ya berteman itu menular, sampai sekarang
entah berapa kalimat terima kasih yang ingin kulontarkan pada rifky karena
telah mewujudkan salah satu mimpiku. Pokoknya thank you berat bro rifky ku
do’akan kebahagiaan selalu menyertaimu..
Dia yang bernama "Rifky" |
Semakin
larut setiap orang sebagian sudah beristirahat di tenda mereka masing-masing,
tetesan hujanpun perlahan turun membasahi tanah tempat kami bernaung, hujan
semakin lebat sedangkan tenda kami
berdiri dengan kemiringan tanah menjadikan tenda rembes bocor hingga kami harus
mengungsi ke tenda sebelah yang lumayan luas sebagian barang bawaan aku, wae,
dan hayati di boyong ke tenda tetangga. So.. di malam itu akhirnya kami berlima
dalam satu tenda bang Irwan, Maftuh, Wae, Hayati, dan juga saya. Memang campur
tapi kalian tidak usah heran karena tentunya kami membuat batas untuk tetap
satuan terpisah. yang menempati tenda bocor kami yaitu kang jejew namanya,
lucunya kami membiarkan kang jejew kegelapan karena disaat bertukar situasi
sangat terburu-buru yang terdengar hanya suara musik di ponselnya dan dia yang
masih merengek minta dibawakan senter namun ya memang tidak ketemu sudah kami
cari juga, ketambah hujan makin lebat bayangkan
bagaimana bisa tidur dalam kondisi diluar hujan lebat, tenda yang beralaskan
tanah yang miring, dan kejadian ditengah malam ada babi hutan menyelinap ke
tenda kami, menggerusuk kearah pintu tenda, bang irwan posisi paling pinggir
untung saja dapat diatasi olehnya. Meski tidak terlalu nyenyak tapi kami semua
menikmati malam dengan guyuran hujan diatas ketinggian. Sungguh sempurna hari
ini ku berdo’a semoga hari esok lebih bahagia lagi..
Tepat
pukul 03.00 wib. Dengan masih sedikit gerimis, kami bersiap untuk summit ke
puncak 1 gunung Guntur karena nanti diatas sana ada acara anniversary PI
(Pendaki Indonesia) ngopi diketinggian. Pagi yang benar-benar sangat pagi
pendakian menyongsong mentari, bersama sahabat baru yang terasa sudah lama.
Kaki ini kembali melangkah, berpegangan tangan serasa sudah tak canggung meski
perlahan tapi tetap semangat, yups.. saya berpegangan tangan dengan teh yuli
masing-masing tangan yang satunya memegang trekking pool yang saya pinjam milik
Maftuh. Kami mulai mengobrol sampai dapat chemistry satu sama lain, dia berkata
“maaf kalau jalan dengan uli lambat banyak berhentinya soalnya gak kuat,
perlahan namun yang penting sampai.” Saya tidak pernah mempermasalahkan itu,
kita sama-sama lelah kok dan sama-sama punya tujuan untuk sampai ke puncak
sana, meski perlahan dengan keyakinan dan tekad yang kuat pasti akan sampai. Oh
ya, sementara wae dan bang irwan tidak berangkat summit bareng dengan kita
karena wae sedang masuk angin katanya dia tidak akan kepuncak. Namun setelah
saya dan rombongan lain sudah sampai dipuncak ternyata wae juga ada, lantas
saya tanyakan bagaimana keadaannya apa masih sakit “sayang sudah sampai sejauh
ini masa tidak kepuncak untuk summit” begitu jawaban wae. Ya memang tanggung
kok selama masih kuat kenapa kita berhenti jika masih ada kesempatan untuk
maju.
Tekstur
tanah pasir menjadikan pijakan kami agak goyang, maksudnya setiap berjalan naik
satu langkah mundur lagi satu langkah seperti percuma melangkah namun tetap asyik.
Yang awal berangkat beberapa orang menjadi terpisah-pisah ada yang sudah
berjalan jauh di depan, ada yang masih tertinggal jauh dibawah. Mungkin kami
diantara tengah-tengah menyisakan aku, hayati, teh yuli, dan agung. Langit
mulai terang akan menampakkan mentari paginya, selama perjalanan kami
berbincang sedikit berguyon, kebersamaan kami di rekam oleh cameramannya adalah
agung karena dia satu-satunya pria dirombongan kami, awalnya teh yuli yang
meminta agung memotret kami seperti tidak ada kecanggungan, ku pikir memang
mereka berdua sodaraan atau adik kakak. Saya baru tahu cerita setelahnya dari
agung ternyata mereka tidak ada hubungan kekerabatan atau semacamnya mereka
baru kenal saat pendakian sebelumnya ke gunung gede pangrango. Memang begitu
serunya pendakian bisa dapat teman baru, bisa langsung akrab persahabatan tidak
sepalsu di kota begitu kalau kata bung fiersa besari.
Kegelapan
perlahan pergi menyongsong pagi dengan sang surya perlahan menampakkan
cahayanya. Sesekali kabut datang menghalangi sunrise yang harusnya sudah
terlihat diperjalanan kami, meski keindahan itu terkadang tertutup kabut meski
sunrise pagi itu tidak sempurna namun yang membuat perjalanan ini sempurna
adalah prosesnya. Proses kesabaran dengan mata yang masih mengantuk dan mata
pandapun terlihat, sudah tidak mempedulikan kucelnya wajah yang sama sekali
tidak cuci muka. Mungkin bagi sebagian orang untuk apa jauh-jauh main kegunung,
untuk apa jalan kaki ke hutan, jawabannya tidak bisa didefinisikan secara
singkat yang pasti bagi kami yang punya hobi seperti ini, “hal inilah yang
membuat kami merasa bahagia dan membuat ketagihan” itu yang selalu aku dengar
dari orang-orang yang bahkan sudah banyak menjelajahi gunung-gunung lainnya.
Saya jadi ingat dengan perkataan agung kepada teh yuli “Semangat teh, jodoh
menunggu di puncak sana” dalam benak saya ingin tertawa pada diri sendiri
apakah benar jodoh ada diatas sana, kalau memang benar, begitu egoisnya ia
hanya menunggu diatas tidak tahu lelahnya saya disini yang berjalan dan
berjuang. Segelintir pikiran kecil membuat saya semakin belajar dari segala
proses, segala perkataan setiap orang, dan kejadian-kejadian yang telah
dialami.
Finnaly….
puncak 1 Gunung Guntur telah terpijak oleh kaki dan tubuh ini. Setelah sampai
puncak yang tadinya ingin melihat matahari terbit dengan samudera diatas awan.
waduh gagal total semuanya tertutup kabut hanya menjadikan samudera didalam
awan. kecewa, tentu saja tidak ya memang seperti itu alam tidak bisa diprediksi
terkadang indah terkadang ya begitu. Satu lagi pembelajaran jangan terlalu
berekspektasi tinggi lagi pula kita masih bisa menikmati seketika awan pergi
dan terlihat sunrise cantik. Lelah hilang gundah gulanapun ikut pergi kalian
ingin tahu perasaan saya waktu itu, iya.. bersyukur dan bahagia “Ya tuhan,
sungguh aku tidak menyangka dapat sampai dipuncak gunung ini, sejauh mata
memandang alam ini begitu luas semua yang kau ciptakan dan anugerahkan begitu
sangat luar biasa. Terima kasih tuhan engkau memberiku salah satu keberuntungan
yang mungkin orang lain tidak dapat. Terima kasih mamah dan bapak yang sudah
percaya dan memberi izin kepada anak perempuannya ini untuk mendaki gunung.
Saya janji tidak akan mengkhianati kepercayaan yang kalian beri. Tak lupa kami
mengabadikan moment dengan berfoto-foto ceria berbagai gaya serta berselfie-selfie,
membuat video dan lain sebagainya. Dipuncak 2 sana tergariskan huruf “D” kebetulan
yang sangat tak terduga, membuat saya merasa amazing berasa gunung ini milik
saya atau memang tuhan telah mentakdirkan bahwa yang bernama “Devita” akan
menginjakan diri diatas sana, hanya saja mungkin tidak dihari itu saya kesana
karena untuk hari ini cukup sampai puncak 1 dulu dikarenakan ada satu dan lain
hal yang membuat saya merasa sudah cukup dahulu. Dilain waktu saya ingin
kembali ke gunung Guntur tentunya bersama orang special yang bersama-sama
menemani dalam perjalanan nanti. Amin..
Itulah huruf "D" yang terlihat |
Sahabat baru : @yuliana @Nurhayati @agungsutriatna |
Gunung Guntur 2.249 Mdpl |
Acara
sharingpun dimulai dari komunitas Pendaki Indonesia (PI) se DKI dan Jabar,
menyanyikan lagu Indonesia raya yang memubuat saya merinding haru, berfoto
bersama. Selesai sudah ada yang melanjutkan pendakian ke puncak 2, 3, dan 4
gunung Guntur ada yang kembali kebawah lagi, ada salah satu musibah yaitu
trekking pole eiger punya jajang yang di pakai hayati ternyata hilang disaat tadi
kami sedang sesi pemotretan. Hayati mengira dibawa olehku jelas-jelas aku tidak
membawanya selidik punya selidik ternyata tertinggal di bawah pohon yang kata
orang namanya pohon jomblo, saat aku menemani hayati kesana lagi untuk
memeriksa ternyata sudah tidak ada ya jelas pasti hilang mungkin sudah ada yang
menemukan dan mengambilnya. Satu kata ceroboh! Merasa tidak enak lagi, merasa
bersalah, setelah diceritakan kepada yang lain tanggapan bukannya baik ada
salah satu orang yang ingin kuceritakan yang tidak kusuka “Mana? apa yang
hilang, kok bisa hilang. Awas itu topi binatang saya juga hilang” dia berkata
seperti itu dihadapan saya dengan nada yang tidak enak didengar. Saat itu juga
saya langsung bilang “oh yaudah ini saya balikin aja gatau kalau topinya punya
teteh, tadi saya minjem dari rifky”. Dia berdalih “gapapa bawa aja ribet
soalnya”. Entah memang watak dan nada bicaranya seperti itu atau memang dia sedang
sensi karena musabab lelah. Helo… semua juga disini sama lelahnya.
Saya
benar-benar merasa jadi down seketika yang lain sibuk bahagia foto-foto disitu
saya malah kebingungan dan berfikir sepertinya tidak sepenuhnya saya yang salah
tapi mengapa seakan semua memojokan, ingin mengadu pada siapa? disitu yang
benar-benar saya percaya tidak ada. Badan juga tidak bisa diajak kompromi
seketika lemas, pikiran sudah tidak enak, mangkanya saat Rifky bertanya mau
lanjut ke puncak 2 atau tidak saya hanya bisa menjawab “sepertinya tidak dilain
waktu mungkin musabab badan sudah tidak kuat ingin rehat, efek pms juga.”
Kemudian saya, teh yuli, ditemani ardi memutuskan untuk turun terlebih dahulu.
Disaat perjalanan menurun seperti bermain perosotan awalnya gemetar kaki ini
lama kelamaan semakin asyik seakan semua beban menghilang lagi, menyenangkan
serasa kembali ke masa kanak-kanak. Lama kelamaan semakin sakit karena bebatuan
masuk kedalam sepatu, tali sepatu sering lepas pula. Sesekali saya beristirahat
sendiri sengaja memberi jarak agak jauh dengan teh yuli dan ardi. Disitu saya
merenung diam sendiri sambil menatap nun jauh dari ketinggian begitu luas
kabupaten Garut terlihat dari atas sini, tidak ingin pulang tidak ingin bertemu
orang-orang yang menyakiti hati saya, tidak ingin kembali ke kehidupan yang sesungguhnya,
tidak ingin merasakan jatuh hati lagi yang membuat hati ini patah. Namun, yang
selalu membuat saya bangkit adalah ingat “Rumah”. Yang terbayang adalah keluarga saya, dari kecil hingga saat ini mamah & bapaklah yang
menjadi penyemangat dikala down. Mereka selalu berkata “jangan jadi wanita yang
lemah, kamu harus menjadi wanita hebat, kuat, tangguh, dan sukses mencapai
cita-cita kamu, serta jadi wanita yang bisa menjaga kehormatan dan harga
dirinya juga menjadi contoh teladan untuk adikmu”.
Sesampainya
di pos 3 tempat kemah tadi, saya bergegas pergi ke toilet untuk membersihkan
diri. Sudah merasa segar kembali perut rasanya mulai keroncongan namun logistik
pribadi sudah habis semalam karena memang logistic yang saya bawa sedikit. Saya
hanya diam melihat kawan-kawan yang lain sedang masak ditendanya Rifky,
semenjak dari pendakian tadi saya menjadi lebih banyak diam mata mengantuk
sangat lelah saya sudah tidak peduli dengan keadaan wajah seperti menjadi
enggan bercermin karena sudah tahu pasti tidak enak dipandang.
Wa
kohid bertanya “devita sudah makan?”
saya
jawab “belum wa, logistik pribadi sudah habis”.
“ya
ampun, kenapa tidak bilang jangan diam saja digunung kalau kamu diam saja kamu
bisa kelaparan.” (nada bicaranya seperti khawatir)
“maaf
wa, tadi hanya ingin rehat dahulu karena terasa lelah”
“ayo
ikut kita ke tenda sana, nanti makan mie rebus dulu saja untuk mengganjal.”
Di
tendanya kang sam, kang sam membantu membuatkan mie rebus untuk saya. Sambil
menunggu disana juga banyak akang-akang yang lainnya kami semua berbincang
bersenda gurau. Saya menjadi ingat belum sempat mengembalikan topi binatang
yang tadi saya pinjam, langsung saya kembalikan saat itu juga karena memang
tendanya dekat situ. Mie rebus sudah matang tak lupa saya berterima kasih pada
kang sam yang sudah membuatkan mie rebus untuk saya. Disela-sela makan kami
juga sedikit bercanda membuat tak terasa mie rebuspun sudah habis.
Tak
lama acara makan nasi liwet bersama sudah siap sebagian ada yang sudah berbenah
membongkar tenda mereka. Kemudian semua bersiap sedia dalam posisi untuk makan
bersama sangat terasa kekeluargaannya meski nasi liwetnya kurang matang.
Selesai makan kami semua membereskan tenda dan semua peralatan untuk bergegas
melanjutkan perjalanan pulang.
Kata
pulang membuat saya sedih dan lega, sedih karena besok adalah hari senin
artinya harus kembali ke rutinitas pekerjaan yang sudah menanti. Dan lega
karena dapat kembali ke rumah untuk bisa merasakan tidur nyenyak di kasur.
Perjalanan pulang saya berbarengan dengan hayati, maftuh dll. Karena mereka
berjalan begitu cepat seakan kaki ini tidak sanggup untuk menyusul rasanya
lebih sakit kala berjalan turun dibanding saat naik hari kemarin. akhirnya
tersisa saya dan teh wanda namanya kami di perjalanan banyak sharing berbagai
hal, kalian jangan heran disetiap perjalananku kali ini partnernya
berbeda-beda, karena semuanya tidak terencana mengalir begitu saja hikmahnya
adalah saya menjadi mengenal lebih banyak orang.
Perjalanan
pulang begitu berbeda rasanya. Dipertengahan jalan tidak sengaja bertemu orang
yang mengajak saya berkenalan, diawali dengan obrolan becandaan yang akhirnya
sampai merasa baper. Dalam beberapa menit sudah banyak obrolan yang kami
bicarakan, sama-sama belum bertanya prihal nama obrolan terus mengalir.
Akhirnya kami bersalaman untuk memperkenalkan nama masing-masing, kami banyak
bertanya satu sama lain dia asal cengkareng mendaki ke gunung Guntur ini karena
diajak oleh temannya buat ngopi, wahh hebat ya diajak ngopi sampe jauh ke
gunung. Mendaki baginya adalah hobi sekedar mencari jati diri sambil menunggu
mau melanjutkan kuliah di tahun depan.
Dan
ke gunung Guntur ini adalah kali pertamanya iya sama seperti saya juga, bedanya
dia sudah sering mendaki ke berbagai gunung lainnya mungkin sudah tidak
terhitung begitu kataku. Ah.. tapi dia tetap merendah. Pertanyaan yang ia
lontarkan kan semacam lucu membuat saya tersipu dibarengi dengan teman-temannya
yang terus menggoda kami. Ada salah satu celetukan dari temannya “pepet terus
jangan jauh-jauhan lah jalannya, sudah dimintai nomor WhatsApp belum ? entar
keburu diambil orang lagi.” Saya hanya bisa diam sesekali tersenyum, saya ingat
kami sempat di foto berdua oleh salah satu kawannya di kamera ponsel milik
temannya. “devita deketan dong sini saya fotoin kalian berdua untuk
kenang-kenangan” iya mereka menjadi tahu nama saya karena selain dengan dia
kawan-kawannya pun ikut menanyakan siapa nama saya. Dilihat-lihat dia mirip
jefri nichol, selama dalam beberapa menit mungkin saya menyimpulkan ini orang
baik, ramah, dan saya tidak tahu maksud awalnya apa tapi kalau untuk berkawan
tentu saja saya akan mempersilahkan bagi siapapun yang ingin kenal dengan saya.
Entah kenapa perjalanan tinggal hanya kami berdua mungkin alam juga berpihak
pada kami saat itu.
“Yu.
Barengan aja sama-sama mau ke basecamp kan?”
“Iya.”
Saya hanya bisa jawab itu
“Boleh
minta nomor teleponnya, hapal kan pasti?” (sembari menyodorkan ponsel miliknya)
“Hahh..
untuk apa ? pasti untuk taruhan sama teman-temannya tadi ya ?”
“Tentu
saja tidak, saya ingin mengenal lebih jauh lagi. Nanti kalau saya ke sukabumi
bisa bertemu ibu bapakmu.” Begitu katanya
“Hah..
ada-ada saja kamu ini”. (mengetikkan nomor teleponku ke dalam ponselnya)
“Ini
sudah. Disimpan saja.”
“Sipp,
terima kasih Pevita.” (sambil tersenyum)
“Devita
bukan Pevita eh.”
“Gapapa
itu panggilan khusus dari Krisna anak cengkareng.”
Iya
iya namanya adalah krisna, akhirnya saya memberi tahukan namanya, tadinya
namanya akan disamarkan namun setelah berpikir beberapa kali mending namanya di
cantumkan saja siapa tahu dia baca hahaha.
Disaat
tali sepatu saya lepas dia yang peka “dev itu tali sepatunya lepas, dibetulkan
dulu nanti takut jatuh.” ucapnya
“Iya.
Terima kasih.” Jawab saya
Karena
tali sepatu sudah dibetulkan kemudian lepas lagi takutnya malah lama lantas
saya berkata “Duluan saja, takutnya lama.”
“Oh
yasudah gapapa nih duluan?”
“Tidak
apa-apa.”
Ternyata
di depan dia menunggu saya sambil duduk, “Lah.. kenapa masih disini?” tanyaku
“Saya
kan nunggu kamu lagian kamu sendiri. Ayo istirahat dulu ini minum. Mukamu
sampai merah begitu.” (memberikan botol airminum)
“Oke.
Terima kasih. Memang wajah devita suka begini kalau kepanasan dan sedang malu
pasti langsung memerah.” tukasku
“Tidak
apa-apa wajar kok” (sambil meneguk airminumnya juga).
Dikarenakan
saya khawatir teman-teman lainnya sudah menunggu di basecamp pendakian, maka
saya pamit untuk pergi duluan melanjutkan perjalanan. Ucapan Krisna yang masih
saya ingat “Oke. Devita nanti kalau sudah sampai rumah salam untuk Ibu Bapakmu
ya dari Krisna.” Saya hanya bisa tertawa geli tak bisa bicara apapun.
Beberapa
langkah melewati hutan pinus karena sebelum sampai basecamp ada dua jalur, saya
lupa ternyata waktu berangkat kemarin bukan lewat yg hutan pinus. Saat saya
berbalik ke belakang eh tahunya krisna sudah tepat berdiri dibelakang saya
lantas dia berucap “eh ketemu lagi. Jangan-jangan kita jodoh.” Saya tertawa
malu. Mungkin yang dirasa beberapa menit perjalanan pulang ini adalah
perjalanan yang paling berkesan, saya merasa sinkron dengannya padahal baru
mengenal dia saat itu juga. Kemudian kami berjalan berdampingan lagi, didepan
kami ada sepasang muda mudi yang kelihatan masih muda sekitar anak sma.
“Menurut
kamu mereka sudah menikah atau belum?” dia melontarkan pertanyaan.
“Sepertinya
belum. Kayanya pacaran.” jawabku
“Ahh
tapi mending jangan pacaran-pacaran lah ga baik.” Begitu jawabnya
“Iya
bener.” (saya terus melihatnya yang terus berjalan kedepan ke arah basecamp
menghampiri kawan-kawannya. sementara saya masih dibelakangnya lalu sayapun
menghampiri hayati dan yang lainnya sudah sampai terlebih dahulu dari tadi).
Hari
itu adalah awal pertemuan dan akhir dengan Krisna karena kalian harus tahu,
kalau nomor telepon yang saya berikan padanya ternyata dua nomor belakangnya
salah, saya baru sadar ketika sudah di mini bus ketika mengecek ponsel saya. Ya
tuhan.. nomor yang tadi saya berikan salah, mungkin memang kita tidak berjodoh
beribu-ribu sumpah serapah saya ucapkan dalam hati. Ya ampun Devita bego banget
sih bisa-bisanya salah ngetik nomor padahal itu diri sendiri yang ngetik dasar
rasanya ingin tertawa kok bisa ya salah. Ya sudahlah memang takdir berkata
lain, ikhlaskan saja karena kalau jodoh takkan kemana, jika jodoh pasti bertemu
lagi, dan jika bukan.. tidak apa-apa pasti jodoh yang sudah Allah pilihkan
menunggu untuk dipertemukan kelak. Untuk yang bernama Krisna dimanapun berada
terima kasih waktu itu sudah menemani perjalanan pulangku meski pulang tidak
ketempat yang sama. Salammu untuk orangtuaku sudah disampaikan, waalaikumsalam
jawab orangtuaku. Jika tuhan mentakdirkan kita untuk bertemu kembali berterima
kasihlah jika tidak itu memang jalan terbaik dari tuhan kita sebagai umatnya
hanya mampu berusaha dan bersyukur. Dan untuk teman-teman semua dalam pendakian
kali ini yang namanya disebut atau tak tersebut terima kasih banyak
pembelajaran berharga sudah ku dapatkan dari kalian. Jika waktu mengizinkan
semoga kita bisa melakukan pendakian bersama lagi. Salam lestari..
Komentar
Posting Komentar